Nurdin Halid: Bukan Sekadar Sistem Ekonomi, Koperasi Fundamental Bangsa Indonesia

19-11-2024 / KOMISI VI
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI DPR RI dengan para praktisi dan akademisi di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024). Foto: Farhan/vel

PARLEMENTARIA, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid menyatakan koperasi bukan hanya sekadar bagian dari sistem ekonomi, akan tetapi juga menjadi bagian nilai fundamental bangsa Indonesia. Oleh sebab itu, dirinya mendukung penuh revisi Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.

 

Pernyataan ini disampaikannya dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI DPR RI dengan para praktisi dan akademisi yakni Emy Nurmayanti, M.S.E., Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc., Prof. Dr. Pujiyono Suwadi, S.H., M.H., dan Prof. Dr. Gunawan Sumodiningrat M.Ec., Ph.D., di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (18/11/2024).

 

“Kita ini juga ada kekeliruan selama ini memandang koperasi. Kita hanya memandang selama ini koperasi sebagai sebuah bentuk ekonomi, harusnya koperasi dipandang juga sebagai seperangkat nilai bangsa. Sejatinya, Bung Karno mengatakan begini, bahwa Indonesia jati dirinya ini gotong royong dan koperasi jati dirinya adalah gotong royong,” ujar Nurdin.

 

Politisi Fraksi Partai Golkar tersebut pun menyayangkan koperasi masih belum dimaksimalkan untuk menjadi soko guru perekonomian nasional. Padahal, sebutnya, berdasarkan Ketetapan MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi, ada 4 pasal yang menyatakan bahwa koperasi sebagai pelaku ekonomi nasional harus memperoleh ruang yang cukup serta mendapatkan perlindungan dalam penyelenggaraanya.

 

Akan tetapi, dirinya menyayangkan bahwa realita berkata sebaliknya. “Kalau kita melihat fakta sekarang, kenapa koperasi masih jauh dari soko guru perekonomian nasional kita, ada dua faktor, menurut saya, bahwa koperasi tidak mendapatkan alokasi ekonomi dan negeri ini dikuasai oleh para kapitalis termasuk kebijakan oleh negara,” terangnya.

 

Maka dari itu, Nurdin mengusulkan untuk revisi sejumlah pasal yang ada di dalam UU Perkoperasian. Di antaranya, UU Perekonomian Nasional pasal 33 ayat 1, 2, dan 3. Usulan revisi ini, harapnya, memastikan koperasi memiliki landasan kuat untuk sungguh-sungguh diterapkan dan dilindungi oleh negara.

 

“Pemerintah perlu melakukan intervensi. Nah, keterlambatan untuk memajukan koperasi Indonesia karena ketidakberpihakan kebijakan pemerintahan,” pungkas Ketua Dewan Koperasi Indonesia itu. (ums,naf)

BERITA TERKAIT
Herman Khaeron: Kebijakan Kenaikan PPN Difokuskan untuk Barang Mewah dan Pro-Rakyat
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen akan mulai berlaku per 1 Januari 2025. Keputusan ini...
Herman Khaeron: Kebijakan PPN 12 Persen Harus Sejalan dengan Perlindungan Masyarakat Rentan
24-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Herman Khaeron menyoroti pentingnya keberimbangan dalam implementasi kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai...
Mufti Anam Minta Pemerintah Perkuat Koperasi Agar Rakyat Tak Terjerat Pinjol
18-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total outstanding (piutang) pembiayaan industri pinjaman online berupa peer-to-peer (P2P) lending mencapai...
Pilu Keluarga Bunuh Diri karena Pinjol, Mufti Anam: Pemerintah Tak Berdaya, Rakyat Semakin Menderita
18-12-2024 / KOMISI VI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai pemerintah belum tegas menangani kasus pinjaman online (pinjol). Akibat...